Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

WANITA BERMATA SAYU (III)

Cukup lama, aku tidak memandang mata itu. Terahkir kali kami bertemu, di saat gerimis memotong lembayung senja.  Udara lembab menguap dari tumpukan sampah yang berjejal di pinggir kali mati. Wanita ku, Pemilik mata sayu, masihkah suasana senja itu membekas dalam ingatan? Adakah wajah sendu Si penjaja gorengan keliling rebah di ribaan hari mu ? Aku hanya menduga. Sebatas rekaan seorang pengkhayal labil yang seharinya duduk di beranda rumah sekedar menghabiskan sisa harinya. Mungkin  kau sedang memisahkan semua kenangan, entah tentang kita atau tentang yang lain. Sebuah praduga yang sangat tidak logis tentunya. Seandainya kau membaca tulisan ini, aku yakin kau akan terpingkal atau tersenyum sinis. Baiklah.  kubuat lebih serius tapi tidak terkesan narsis atau sok pamer. Terahkir kita ketemu di simpang tiga di bawah pohon ketapang tua itu. Kau mengenakan kaos tshirt berwarna biru langit, berkacamata dan rambut ikal mu digerai angin panas musim kemarau. Kala itu, kita tidak bercakap l

KENELANGSAAN HARI

buat apa menambah kata kalau hanya menyesaki hari katakata sudah busung lapar, telah menghuni truk sampah parahnya, kata sudah berlumut mungkin cinta layak mengawini hari membuatnya bunting dan beranak kemudian berkoloni, berparade sambil bercinta dengan waktu bukankah, ada noktah berkelindan sepanjang jejak cinta? kerja adalah kata kerja yang layak menancapkan janur kuning kerling tenaganya mampu melumerkan kepekatan hari tapi ada rima dan dentingan blues yang menyeruak darinya doalah pasangan serasi bagi hari menara gading serta wangi dupanya adalah romansa paling romansa belum lagi, keseksian tubuh dan ciuman mautnya yahhh... doa adalah belahan jiwa, tulang rusuk yang dinanti hari kalau sempurna sebagai kekasih mengapa parade darah meminta pertanggung jawaban doa ? mungkin hari tak pantas bermonogami ia harus menyetubuhi tiga tubuh sekaligus dan menghidupi dirinya dengan cara ini bagaimana dengan aku haruskah ku melumat keakuan ku