Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2014

DEADLINE

begitu satir jemari mementaskan tarian abjad. bungkuk lelah terpatri, menua di lorong malam. lakon mengeja abjad ke barisbaris kata yang turun ke jemari, entah dari mana datangnya aku tak paham. yang pasti tarian ini harus usai, kisah ini harus indah. jangan kau tanya darimana datangnya indah. jangan pula kau singgung lelah di punggung ini. kemudian aku tertegun menyaksi ringkik rasa yang tergeletak lunglai bersama ampas kopi. mungkin kopi ini tak perlu kutuntaskan dulu, entah ampas sekalipun. ia harus kuerami. lalu lari, menjauh, membiarkan abjad menjadi abjad. meski tatapan jalang pemangsa malam terus terjaga. Aku akan terbang dari jalang yang tak surut matanya itu. aku ingin memungut embun untuk kusimpan dalam gelasku. siapa tahu, ia bisa berbiak dalam pelukmu, (kopi) aku bertanya padanya: maukah kau menjelma dewi ? “ tak sanggup berwujud serupa ,” bisiknya pelan. aku terlalu anggun bagi genre labil ini. ahhhh....desahku bersama asa

SEBELUM TENGAH MALAM (LANJUTAN)

Hari yang belum  sempat tertidur sejak kelahirannya, selalu berusaha untuk menjadi dan menjadi meski tak pernah terpisahkan dari waktu. kalau saja, hari berusaha untuk mengakhiri persabahatan dengan waktu maka minggu, bulan dan tahun tak akan muncul ke permukaan.  Sejenak, berpisah dari keseharian, berjarak dan membiarkan dirinya dalam kesendirian. Mungkin ini adalah cara terbaik untuk mengatakan bahwa aku sesungguhnya sudah tidak mau lagi bersahabat dengannya. Tapi, mana mungkin bisa kulakukan hal tersebut? Bagaimana bisa aku berkata kalau dia lebih pantas tertinggal sebagai kenangan?  Kenangan. Sesungguhnya apalah arti kata ini. Kalau hanya membuat hati galau dan pikiran kacau.  Berkanjang pada kenangan sudah membuat aku kelelahan. Kebersamaan yang terjalin itu hanya menyisahkan nestapa yang paling nestapa. Ya. Kenangan. Sudah seharusnya dia di simpan dalam kotak atau tepatnya dimuseumkan.  Di museumkan. Mungkin ide yang tepat untuk mengakhir keangkuhan kenangan. Tapi, buka