DEADLINE
begitu satir jemari mementaskan tarian abjad.
bungkuk lelah terpatri, menua di lorong malam.
lakon mengeja abjad ke barisbaris kata
yang turun ke jemari, entah dari mana datangnya
aku tak paham.
yang pasti tarian ini harus usai, kisah ini harus indah.
jangan kau tanya darimana datangnya indah. jangan pula
kau singgung lelah di punggung ini.
kemudian aku tertegun menyaksi ringkik rasa
yang tergeletak lunglai bersama ampas kopi.
mungkin kopi ini tak perlu kutuntaskan dulu, entah ampas sekalipun.
ia harus kuerami. lalu lari, menjauh, membiarkan abjad menjadi abjad.
meski tatapan jalang pemangsa malam terus terjaga.
Aku akan terbang dari jalang yang tak surut matanya itu.
aku ingin memungut embun untuk kusimpan dalam gelasku.
siapa tahu, ia bisa berbiak dalam pelukmu, (kopi)
aku bertanya padanya: maukah kau menjelma dewi?
“tak sanggup berwujud serupa,” bisiknya pelan. aku terlalu anggun
bagi genre labil ini.
ahhhh....desahku bersama asa yang berbias.
kini tak ada jejak kemarin. segalanya larung ke muara ilusi.
entah dan hanya entah, antara dan hanya antara
berbaris di bawah temaram sendu.
begitu rapi sampai tak terlihat noktah di sekujur tubuhnya.
haruskah khayal kembali ke masa lampau ?
yah. kuharap bulan belum lelap karena
menunggu aku pulang membawa sisa kopi ini.
akan kutuang ke dadanya dan samasama kami seruput.
sebatang rokok kan temani kami tuntaskan malam
yang gerah ini.
dan inilah. lantas? lalu?
biarlah mereka sebatas kata.
pastikan kita berlalu, melarut bersama senja dan sepi.
(SEJENAK MENEPI BERSAMA SANG SAHABAT STEVE ELU)
Komentar