Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2010

TATANRI XX

Buku harian ini. Aku tidak dapat mengungkapkan dengan pasti dan jelas tentang perasaan terhadap buku ini. Suatu perasaan yang sangat dalam sebab kebersamaan yang telah terjalin begitu rapat. Denganya, aku bisa menempuh perjalanan ini dalam kebahagian meskipun selalu ada penderitaan yang berhilir mudik di hadapanku. Buku harian memainkan peran ganda ketika aku berhadapan dengan persoalan. Selain menjadi sahabat, ia juga berperan sebagai orang tua untuk memberikan petuah-petuah dalam mengambil dan menentukan pilihan. Peran ganda ini dilakoninya dengan sabar dan tulus. Dari buku harian, aku mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kepribadian dari sahabatku. Ia yang dalam pertemanan bersikap pasif dan lebih banyak memilih diam ini ternyata menyimpan sejuta potensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kebahagiaan dalam hidup. Dengan selalu membaca buku hariannya aku menjadi malu terhadap diri sendiri yang sering bertingkah intelektual di hadapannya. Sejak awal perkenalan aku mengambil p

AKU YANG DICINTAI OLEH ABJAD(part 1)

( cerita ini berkisah tentang diriku. Dimana aku pagi, siang dan malam selalu memimpikan untuk menjadi seorang penulis) Di balik selimut hijau engkau terlelap dengan senyuman, rambut ikalmu terurai dan menyerap aroma malam yang bertebaran bersama angin yang dihasilkan oleh kipas listrik. Tidur malammu menyiratkan kisah yang menghendaki agar dituturkan pada keseharian. Kisah yang tergambar pada keriput wajah yang engkau samarkan dengan menggunakan kosmetik. Begitu cepat engkau menarik diri dari perputaran hari namun kesehariaan tidak pernah melupakan cerita yang telah sematkan padanya, seperti pagi pergi ke dalam lingkaran siang. Dalam tidur yang memanggil ragamu ternyata ada cerita yang bergerak sambil berusaha untuk membebaskan diri dari belenggu selimut hijau. Aku yang duduk sambil memperhatikannya tidak mampu untuk bertutur dengannya sebab dia hanyalah gerakan dan tidak memiliki raga. Ternyata cerita yang kau sematkan tidak hanya tergambar di wajahmu tetapi meliputi seluruh t

TATANRI XIX

Alasan lain yang menyebabkan aku tidak menyediakan waktu untuk acara makan adalah ruang yang sangat tidak memungkinkan untuk menikmati makanan dengan santai. Meskipun aku berada di alam bebas atau terbuka tetap saja ketergesahan dan ruang yang sangat asing ini menyebabkan aku masih takut untuk melakukan acara makan siang seperti biasanya. Ruang yang begitu menakutkan dan asing ini bisa saja membunuhku jika memberikan waktu yang terlalu berlebihan kepada rasa santai dan dapat memberikan akibat yang kurang menguntungkan bagi diri. Seperti; serangan dari binatang buas, terlambatnya jadwal yang telah direncanakan dan terlambat tiba di desa sebelah dan tersesat didalam hutan kala malam merapatkan barisannya. Alasan-alasan inilah yang menyebabkan aku kurang memberikan waktu bagi acara makanku. Dalam perjalanan sambil menikmati makanan kering, aku juga membaca buku harian yang dititipkan oleh sahabatku. Buku harian ini tidak akan aku bakar meskipun malam begitu dingin. Buku harian ini merupak

MEMELUK KEBINGUNGAN (part 8)

Mengalami pengucilan dari masyarakat adalah suatu hal yang sangat tidak dikehendaki oleh semua orang di desa ini. Menurut mereka; lebih baik mengalami pengucilan dari para pemimpin desa daripada mengalami pengucilan dari masyarakat. ada beberapa alasan yang menyebabkan orang-orang sangat takut terhadap pengucilan dari masyarakat. Pertama: semua anggota masyarakat berasal dari satu keturunan atau memiliki nenek moyang yang sama kedua: karena berasal dari satu garis keturunan maka semua anggota masyarakat sudah tentu memiliki ikatan kekeluargaan ketiga: masyarakat yang telah memiliki ikatan kekeluargaan tersebut saling berbagi anatara satu sama lain dikala salah seorang mengalami kesulitan. Mereka sangat mengutamakan kepentingan bersama sehingga kebersamaan sangat kental diantara mereka. Keempat: seseorang yang mengalami pengucilan berarti keluar dari ikatan keluarga besar dan dicoret dari garis keturunan. Jika mengalami keadaan yang demikian berarti ia harus pergi dari desa tersebut. Ia

TATANRI XVII

Makanan kering yang aku sertakan dalam perjalanan merupakan pemberian dari sahabatku ketika aku mengungkapkan kepadanya tentang perjalanan yang akan kulakukan. Sangat kental dalam ingatakan ketika ia dengan tergesa-gesa berlari di tengah kerumunan hujan untuk membeli makanan kering ini. Baju yang basah tidak ia hiraukan, begitu sampai di depan tempat penjualan ternyata telah dittutup. Ia tidak segera pulang ke rumah, dengan pakaian yang basah ia terus melanjutkan pencariannya namun semua tempat penjualan telah ditutup. Malam itu, aku tidur sendirian karena ia masih melanjutkan pencarian terhadap makanan kering. Bahwa ia begitu bersemangat dalam mencari makanan kering untuk perbekalanku padahal aku dapat mengisi perutku di rumah-rumah makan yang berada di sekitar jalan. Ia kembali ke rumah sekitar pukul lima pagi, itupun dengan membawa hasil yang nihil. Sahabatku segera menghamburkan diri ke pelukanku sambil meminta maaf karena tidak mendapatkan makanan untuk perbekalan selama aku mene

MEMELUK KEBINGUNGAN (part 7)

"Haruskah berbohong kepada ibu ini? tidak mungkin, ibu ini terlalu polos untuk dibohongi." Ia bukanlah para pemimpin desa yang selalu mengkambinghitamkan sesamanya. Ibu yang sejak awal kelahirannya sampai pada saat kematian selalu menjadi wanita desa dengan profesi sebagai petani ini sangat tegar dalam menghadapi setiap gejolak yang disebabkan oleh alam. Wanita desa memiliki kesamaaan dengan pria. Mereka dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan dari pria, mulai menebang pohon untuk membuka ladang baru sampai kepada berburu binatang di hutan. Jika wanita-wanita selalu atau harus berada di sekitar dapur maka wanita-wanita di desa ini tidak selalu melakukan hal demikian. Tugas di dapur terkadang dibebankan kepada para pria. Mungkin terkesan aneh tetapi inilah kenyataannya. Para priapun tidak pernah mengeluh atau memarahi para wanita soal tugas yang diberikan kepadanya. Para wanita desa adalah murni wanita tetapi mereka menganggap bahwa nereka memiliki derajat dan kedudukan yang sama

TATANRI XVI

Menghubungkan konsensus masyarakat dengan kesendirian yang sedang kualami memang merupakan sebuah kebodohan dalam berpikir. Sangat tidak mungkin untuk kembali kepada konsensus masyarakat sebab aku sekarang berada dalam kesendirian dan telah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Ditengah keadaan yang parah raga dan rupa sahabatku muncul dihadapanku, hadirnya terasa begitu nyata. Ia mengenakan baju dari bahan sutra yang dibeli oleh ayahnya ketika mengunjungi negeri tirai bambu untuk mengadakan pertemuan bisnis. Baju yang ia kenanakan itu merupakan barang berharga yang akan ia gunakan pada saat-saat yang berharga pula. Rupa sahabat yang berdiri berhadapan denganku mulai tersenyum dan menanyakan tentang keadaanku. Aku tersandar di beringin tua dengan kepala yang terkulai, sungguh aku tidak sanggup untuk meladeni pembicaraannya. Ia masih terus mengoceh dan ia menggerakan pena di sekitar wajahnya. Adanya tidak akan mengubah keadaan diri ini. Meskipun dengan cara-cara dan rayuan yang mempeso

MEMELUK KEBINGUNGAN(part 6)

Gemerisik air yang mengaggetkan segenap pemikiran tentang perkataan Duran. "Daripada lebih tersiksa sebaiknya aku membiarkan pemikiran ini." Setelah menatap ke arah matahari senja yang begitu lapuk, aku melangkah ke arah sungai yang menjadi sumber dari suara gemerisik. Langkah kaki yang diarahkan ke sungai harus dihentikan setelah melihat bahwa yang menimbulkan gemerisik itu adalah Duran. Aku menghentikan langkahku karena takut mengganggu kesenangnya. Padahal kami selalu menimbulkan gemerisik sungai secara bersama-sama. "sebaiknya aku meniggalkan ia di sungai ini," imbuhku pada diri sendiri. Aku mengerakan kaki untuk menjauh dari sungai dan melangkah menuju ke arah rumah. Setelah tiga menit meninggalkan sungai, aku bertemu dengan para petani yang kembali dari kebun. Wajah lusuh yang terbakar sinar matahari dan kotor wajahnya sangat menyiksa mataku. Bagaimana aku tida merasa tersiksa, aku hanya duduk merenungkan pernyataan dari Duran tanpa melakukan sesuatu. Salah

TATANRI XV

Sekarang aku sedang menempuh kesenyapan, bertemankan buku harian yang ia titipkan sebelum kepergian dan s udah lima hari aku meninggalkan dia, entah sampai kapan aku akan kembali padanya, segalanya masih dalam tanda tanya yang besar. Sahabatku mungkin sangat sibuk dengan buku hariannya sehingga keberangkatanku tidak disertai dengan pelukan perpisahan. Apakah aku harus mengemis untuk mendapatkan sebuah pelukan? Haruskah keberangkatan dirayakan dengan sebuah pelukan? Layakkah perpisahan disertai dengan kehadiran orang-orang yang akan menyerukan petuah-petuah untuk perjalanan? Secara konsensus masyarakat maka pertanyaan-pertanyaan diatas dapat dibenarkan. Namun aku tidak suka dengan kesepakatan umum dari masyarakat. Bagiku, mengikuti sebuah konsensus sama dengan seekor kerbau yang dicocok hidungnya. Ketidakikutsertaan dalam sebuah konsensus tidak menjadikan aku sebagai manusia yang terasing dari masyarakat, tetapi menjadikan aku lebih mendalami parade di kehidupan ini. Masyarakat yang s

MEMELUK KEBINGUNGAN (part 5)

Senja menghadirkan cerita yang telah disiapkan sejak pagi mulai bergulir. Eh....bukan menghadirkan cerita tetapi menyimpulkan segala cerita yang tertuang dari pagi. Bukan menyimpulkan, tepatnya merangkum semua cerita yang terjadi dan mengarsipkannya ke dalam tema-tema yang dibuat oleh angin dan matahari. Pada saat yang sama aku masih berkutat dengan cerita yang ditinggalkan Duran. Ia tidak sanggup menemukan kata akhir untuk memberi kesimpulan terhadapnya. Dalam naungan akasia muda aku memandang senja yang hendak menyelesaikan rangkuman dan pengarsipannya. Aku yang terduduk dengan khayalan yang melalang buana tanpa arah yang jelas, ia tidak mampu mengontrol segala hal sempat hinggap padanya. Dapatkah aku mengakhiri siangnya dengan menggandeng kesimpulan? Kerudung malam yang secara perlahan-lahan dikenakan hari, kerudung yang berwarna gelap memiliki keteduhan. Sehingga hari mengulumkan senyum pada sekitarnya. Dalam senja yang semakin merapat Duran menghentikan kerjanya untuk membersihka

TATANRI XIV

Merunut dari perkataan sang kakek berarti adaku sama dengan ada kembang lavender ini . Mungkin lebih beruntung kembang-kembang Lavender ini sebab mereka tidak sadar akan keberadaan mereka. Sedangkan aku ? Apakah takdir telah menempatkan aku dalam keadaan seperti ini? "aku tidak mempercayai takdir ataupun nasib ataupun garis tangan atau sejenisnya. bagiku segala yang terjadi merupakan akibat dari keputusan yang telah aku lakukan pada hari kemarin." merunut perkataan sang kakek berarti takdir yang selalu dikatakan oleh para sahabatku merupakan suatu kebenaran bukan suatu kebetulan. Disini aku berusaha untuk terbebas dari perkataan kakek agar dapat berkonsentrasi dalam usaha untuk menemukan informasi mengenai sahabatku. yah.....lagi-lagi berhadapan dengan kakek yang bau tanah ini. suatu hari engkau akan mengerti tentang cerita yang aku tuturkan di sekitar sungai ini. suatu saat juga engkau akan memahami bahwa setiap kertas yang telah kau tulis mengandung sebagian dari jiwa huta

MEMELUK KEBINGUNGAN(part 4)

Kesimpulan yang diambil secara paksa oleh kicau burung. "Sialan...........aku harus memulai dari awal untuk mampu menemukan sosok sang penemu kehidupan." Aku sangat kecewa dengan tingkah burung tersebut. ketika ia menatap ke arah burung yang berkicau, ternyata hanya seekor burung perkutut. Aku mengambil batu untuk melempar burung tersebut namun sebelum melancarkan serangan, perkutut itu telah meninggalkanku. "Dasar kaum tak berpendidikan, tak punya peradaban, tak punya nalar dan perasaan. Kalian tidak pernah merasakan masamnya keringat yang mengucur atau terik yang memanggang kulit. Dasar pencuri yang tak tau malu" Sangat tampak kemarahan di sekujur tubuhku. Sedangkan Duran telah kembali ke kebun jagungnya untuk melanjutkan pekerjaan. Diantara pohon jagung yang tumbuh Duran duduk sambil menyulut sebatang rokok yang diambilnya dari kantong Daren. Duran kembali memikirkan Daren yang mulai menjaga jarak dengannya. Seorang sahabat yang selalu berada dalam lingkaran

TATANTI XIII

Aku hanya menjauh dari tatapan kakek tetapi tidak meninggalkan halaman rumahnya. Tempat yang kutuju adalah taman Lavender, disana segala kepenatan pikiran dan raga dapat teratasi dengan menghirup aroma Lavender yang dihempaskan oleh sepoi. Keharuman Lavender begitu mendamaikan, bahkan para nyamukpun akan dimabukan oleh keharumannya. Lorong-lorong yang kulewati di taman Lavender mengingatkan akau akan kakek. Biasanya aku menggandeng tangannya, ia tidak pernah bertingkah seperti tadi. Malahan sang kakek akan mengatakan bahwa ketuannya telah mengeruk segala otot dalam tubuhnya. Satu hal yang selalu terpatri dalam benak adalah perkataan kakek tentang taman Levender. "Nak; hanya engkau yang boleh kuijinkan untuk masuk kedalam taman ini, sesampainya aku membangun dan memelihara taman ini karena dalam warna matahari senja aku membaca bahwa akan ada seorang anak yang menggantikan aku untuk melanjutkan tradisi menjaga warna matahari. Aku belum dapat memastikan bahwa engkaulah yang dimaksud