DEADLINE
begitu satir jemari mementaskan tarian abjad. bungkuk lelah terpatri, menua di lorong malam. lakon mengeja abjad ke barisbaris kata yang turun ke jemari, entah dari mana datangnya aku tak paham. yang pasti tarian ini harus usai, kisah ini harus indah. jangan kau tanya darimana datangnya indah. jangan pula kau singgung lelah di punggung ini. kemudian aku tertegun menyaksi ringkik rasa yang tergeletak lunglai bersama ampas kopi. mungkin kopi ini tak perlu kutuntaskan dulu, entah ampas sekalipun. ia harus kuerami. lalu lari, menjauh, membiarkan abjad menjadi abjad. meski tatapan jalang pemangsa malam terus terjaga. Aku akan terbang dari jalang yang tak surut matanya itu. aku ingin memungut embun untuk kusimpan dalam gelasku. siapa tahu, ia bisa berbiak dalam pelukmu, (kopi) aku bertanya padanya: maukah kau menjelma dewi ? “ tak sanggup berwujud serupa ,” bisiknya pelan. aku terlalu anggun bagi genre labil ini. ahhhh....desahku bersama asa