TATANRI XXIII
Motif yang dihasilkan tidak dipandang sebagai manifestasi dari para roh maupun arwah leluhur yang berusaha untuk berada dekat dengan anak-cucunya. Motif yang dihasilkan juga merupakan bahasa yang digunakan oleh para leluhur untuk berkomunikasi dengan anak-cucunya. Motif tidak mendapat tempat yang layak dalam masyarakat, ia hanya dilihat sebagai karya seni belaka.
Tidak adanya penghargaan terhadap motif disebabkan oleh gaya hidup masyarakat telah dikuasai oleh hantu-hantu dari dunia lain.
Dengan kepergian para penenun; masihkah ada harapan bagi para leluhur untuk berkomunikasi dengan anak-cucunya?
Rumah yang ditinggalkan oleh para penenun juga dilihat sebagai rumah hantu sehingga kami yang menempati rumah tersebut memperoleh perlakuan yang buruk dari masyarakat. Bahkan ada larangan untuk bergaul atau bertegur-sapa dengan kami. Hanya seorang kakek yang merelakan kami untuk menyapa dan berkunjung ke rumahnya.
Sekarang sahabatku telah pergi, meninggalkan bayangannya di antara motif-motif yang tergambar di dinding rumah. Mampukah kesendirian menafsirkan setiap motif dan bayangan yang ditinggalkan?
Komentar