PEREMPUAN DI LORONG WAKTU (tiga)
Iras sudah menenun aksara. Jemari lentiknya telah hapal betul tomboltombol querty di keyboard laptop atau pc. Upah dari tenunan aksara pun lumayan buat makan seharihari. Walau begitu, pertanyaan seputar sang penatap di bingkai itu belum juga beranjak dari benak. Siapa sesungguhnya perempuan bergaun merah jambu itu? Mengapa pula ia seolah meminta ku berkisah? “Ayah dan kakak selalu mengelak menjelaskan siapa si perempuan tersebut” gerutu Iras seraya terus memandang potret di kamarnya. Pagi bergerak lamatlamat. Detak waktu hanyalah penanda sebuah rutinas dan pergantian hari. Senja pergi, malam datang, kemudian pagi hadir. Dari sekian perubahan hanya kegundahan Iras lah yang masih setia menenami hidupnya. Selalu dan selalu begitu. Realitas seorang Iras adalah pengulangan secara konstan dari hari kemarin. Iras merupakan Iras yang sama dari waktu ke waktu meski dirinya sanggup menyulam ke dua puluh enam aksara menjadi motif dedaunan, hewan atau apapun. “Yang s