GADIS BERMATA SAYU (VI)
Gadis bermata sayu,
belum jenuh kan membaca tapak tilas ku? Sedikit
berharap agar engkau masih setia mengeja aksara ku.
Kantung
mata dijejal lelah. Begitu mendera. Seolah semangat masa muda hanya seonggok
kayu kering yang siap dilalap api. Walau raga terpenjara, aku tak hentikan
langkah menuju tempat pembaringan. Langkah memang agak gontai, sedikit terseret
di aspal. Lantas, haruskah berserah pasrah?
Gadis
bermata sayu.
Jalanan
masih sepih, sesepih rasa rindu ku memandang sepasang bola mata di balik bening
lensa itu. Sepanjang setapak menuju rumah kontrakan pun, bayangan indah mata
sayu mu terus penuhi nalar ini. Hampir saja tubuh terseret laju sedan mewah
lantaran berkhayal tetang bola mata mu. Tapi lupakan saja kejadian itu, diriku
masih terus berjalan.
Aku
lumer di bawah kendali tatapan sayu mu. Begitulah aku di sepanjang jalan.
Beberapa
wanita di kiri-kanan jalan terlihat sibuk menjajakan sarapan pagi. Mereka riang
di sepenggal pagi ini. Sedangkan aku harus disesap rindu yang sungguh tak
tertahankan.
Gadis
bermata sayu, relahkah kau tanggalkan kaca mata itu? (bersambung)
Komentar