TATANRI

III
Sejak awal kelahiran hingga matahari merasuki tulang-tulang belakang aku tidak pernah merasakan roti kering dan lemak daging yang diasapkan juga aku tidak mengijinkan rasa air hujan masuk ke dalam tubuhku. Sehingga perlakuannya yang menempatkan aku sebagai hamba layak untuk diselidiki. Sekarang bukan zaman keraton atau kerajaan yang dapat memungkinkan engkau untuk menempatkan aku sebagai hamba sahaya. Apakah aku layak disebut sebagai sahabat atau dia pantas dijadikan sahabat? Mengambil waktu sejenak untuk memikirkan pakaian yang sedang kukenakan ini agar orang-orang yang melihat penampilanku tidak memberikan senyuman palsu. Aku mengawali petualangan pikiran dengan menyiapkan segala perlengkapan mulai dari kebutuhan raga sampai pada kebutuhan rohani. Aku tidak akan melupakan salah perlengkapan tersebut meskipun kelihatannya sangat kecil. Sadar bahwa aku membutuhkan tempat yang besar untuk mengisi segala perlengkapan tersebut dan akan sangat berat untuk membawanya. Biarlah tubuh menanggung semua bbeban ini asalkan petualangan ini dapat mencapai tujuannya. Setelah memenuhi segala perlengkapan yang akan diperlukan dalam mengadakan petulangan maka aku memohon izin kepada sahabatku. Ketika izinku sampai ke telingannya maka ia berkata jika engkau berpetualangan; sertakan pula buku harianku agar engkau dapat membakarnya ketika malam mempertontonkan adegan kelembaban. Bakarlah buku harianku sampai kelembaban meninggalkan engkau. Setelah mengucapkan salam perpisahan dengannya dan berjanji akan kembali jika udara mengusirku. Pada pertengahan musim gugur aku pergi dari keramaian hari menuju ke lembah dengan membawa semua perlengkapan dalam tas punggung. Keberangkatanku tidak diiringi oleh lambaian tangan dari sahabatku, ia menyibukan diri dengan menuliskan setiap peristiwa yang mampu ditangkap oleh mata dan mampu dicerna oleh nalar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DI ANTARA CAHAYA

PEREMPUAN DI LORONG WAKTU (LIMA)

GADIS DENGAN BIOLA COKLAT