ALAM BAYANGAN (6)
“dasar pemikiran yang kau sampaikan selalu mengacu pada pengalaman pribadi. Seandainya engkau meletakan pengalaman dan membiarkannya berada dalam kesendirian kemudian mengambil pola pemikiran yang disediakan oleh roh kehidupan, tentu akan muncul pemahaman terhadap rutinitasku di alam bayangan.”
Ia berhenti untuk meneguk segelas air, mengambil sepotong roti dan memakannya.
Sendis juga mengikuti perbuatan dari Sani. Setelah keduanya menghabiskan satu potong roti dan meneguk segelas air, Sendis memukul kening Sani dengan seulas senyum sembari berkata;
”pembicaraan ini harus disudahi, memang kita belum menemukan kesimpulan tetapi hal itu tidak menjadi suatu persoalan yang mendasar sebab esok masih mampu meyediakan ruang dan waktunya bagi kita untuk membahas topic ini. Sesampainya aku menghentikan pembicaraan ini dikarenakan oleh keseharian telah memanggilku untuk berjalan bersamanya. Aku mengharapakan agar engkau tidak kecewa dengan keputusan ini.”
“setiap persoalan harus diselesaikan sebelum matahari terbenam, menggantungnya berarti mengijinkan persoalan-persoalan lain untuk bersetubuh dengannya. Hal ini berarti kejelasan yang mulai tampak akan menghilang, kita akan kembali dihadapkan pada topic-topik yang lebih rumit. Mungkin saja kita tidak akan menemukan kata akhir dari topic yang telah dibicarakan. Dalam alam bayangan, aku tidak pernah meninggalkan sebuah topic yang sedang kugeluti dalam kesendiriannya. Aku sangat takut terhadap serangan-serangan dari iklim yang dapat memudarkan warna dari topic tersebut. Ditambah lagi dengan pemangsa-pemangsa yang sedang kelaparan, sesampainya mereka menyadari bahwa aku meninggalkan topik itu dalam kesendirian, sudah pasti mereka akan mencabik-cabiknya kemudian melemparkan bangkainya sisanya di jalanan. Di sana keramaian dan hiruk pikuk para pemakai jalan akan menginjaknya, membiarkan raga terkapar tanpa di temani oleh jiwa. Sendis; adakah rasamu telah dikemudi oleh keseharian?” Ternyata Sendis telah meninggalkan ruangan itu ketika Sani menanggapi perkataannya. Tentu saja Sani berbicara kepada tembok-tembok ruangan. Perbuatan Sendis begitu menusuk perasaan Sani sehingga gelas yang masih berada di genggaman, dilemparkannya ke lantai dan menimbulkan suara gaduh.
Para tetangga berhamburan ke pintu rumah, kekagetan dan kebinggungan sangat tampak di wajah mereka. Seorang lelaki, berumur sekitar 45 tahun menjadi perwakilan dari para tetangga untuk masuk dan bertemu dengan Sani. Ia sangat berhati-hati dalam mengatur langkah, dalam benaknya muncul metode-metode penyelamatan diri yang akan ia jalankan jika Sani bertingkah kasar terhadapnya. Dengan tingkah yang diatur sedemikian rupa, sehingga sangat terkesan sebagai keterpaksaan. Mungkin saja sebagai pengalaman pertamanya dalam menghadapi situasi semacam ini. Lelaki berumur sekitar 45 masuk ke dalam ruangan tamu dengan sikap tubuh layaknya seorang pegawai golongan satu memasuki ruangan sang direktur. Kesopanan dan keramatamahan yang dipaksakan memainkan peran penting dalam lakon ini. Menghadapi persoalan, dimana kehormatan menjadi aspek atau tema besar yang diperjuangkan, tentu penggunaan topeng keramatamahan dan kesopanan sangat dibutuhkan. Hal ini telah melekat dalam benak seorang manusia. Menurut Machiavelli dalam pandangannya mengenai filsafat social berkata bahwa pada dasarnya manusia memiliki keinginan untuk dihormati dan dihargai(prestise dan jabatan) oleh orang lain. Keinginan itu berada dalam diri dan selalu menyertainya selama ia masih bernafas.
Dasar kaum pagi yang tidak pernah menginjinkan matahari siang menyilaukan penglihatan atau membakar kulit pucatnya. Bukan saja berada dalam rengkuhan udara pagi tetapi mereka juga selalu menggunakan pelindung kulit pada siang hari. Perlindungan yang dikenakan bertujuan agar kelembutan dan kemulusan kulitnya tidak dirusakan oleh sinar matahari.
Ia berhenti untuk meneguk segelas air, mengambil sepotong roti dan memakannya.
Sendis juga mengikuti perbuatan dari Sani. Setelah keduanya menghabiskan satu potong roti dan meneguk segelas air, Sendis memukul kening Sani dengan seulas senyum sembari berkata;
”pembicaraan ini harus disudahi, memang kita belum menemukan kesimpulan tetapi hal itu tidak menjadi suatu persoalan yang mendasar sebab esok masih mampu meyediakan ruang dan waktunya bagi kita untuk membahas topic ini. Sesampainya aku menghentikan pembicaraan ini dikarenakan oleh keseharian telah memanggilku untuk berjalan bersamanya. Aku mengharapakan agar engkau tidak kecewa dengan keputusan ini.”
“setiap persoalan harus diselesaikan sebelum matahari terbenam, menggantungnya berarti mengijinkan persoalan-persoalan lain untuk bersetubuh dengannya. Hal ini berarti kejelasan yang mulai tampak akan menghilang, kita akan kembali dihadapkan pada topic-topik yang lebih rumit. Mungkin saja kita tidak akan menemukan kata akhir dari topic yang telah dibicarakan. Dalam alam bayangan, aku tidak pernah meninggalkan sebuah topic yang sedang kugeluti dalam kesendiriannya. Aku sangat takut terhadap serangan-serangan dari iklim yang dapat memudarkan warna dari topic tersebut. Ditambah lagi dengan pemangsa-pemangsa yang sedang kelaparan, sesampainya mereka menyadari bahwa aku meninggalkan topik itu dalam kesendirian, sudah pasti mereka akan mencabik-cabiknya kemudian melemparkan bangkainya sisanya di jalanan. Di sana keramaian dan hiruk pikuk para pemakai jalan akan menginjaknya, membiarkan raga terkapar tanpa di temani oleh jiwa. Sendis; adakah rasamu telah dikemudi oleh keseharian?” Ternyata Sendis telah meninggalkan ruangan itu ketika Sani menanggapi perkataannya. Tentu saja Sani berbicara kepada tembok-tembok ruangan. Perbuatan Sendis begitu menusuk perasaan Sani sehingga gelas yang masih berada di genggaman, dilemparkannya ke lantai dan menimbulkan suara gaduh.
Para tetangga berhamburan ke pintu rumah, kekagetan dan kebinggungan sangat tampak di wajah mereka. Seorang lelaki, berumur sekitar 45 tahun menjadi perwakilan dari para tetangga untuk masuk dan bertemu dengan Sani. Ia sangat berhati-hati dalam mengatur langkah, dalam benaknya muncul metode-metode penyelamatan diri yang akan ia jalankan jika Sani bertingkah kasar terhadapnya. Dengan tingkah yang diatur sedemikian rupa, sehingga sangat terkesan sebagai keterpaksaan. Mungkin saja sebagai pengalaman pertamanya dalam menghadapi situasi semacam ini. Lelaki berumur sekitar 45 masuk ke dalam ruangan tamu dengan sikap tubuh layaknya seorang pegawai golongan satu memasuki ruangan sang direktur. Kesopanan dan keramatamahan yang dipaksakan memainkan peran penting dalam lakon ini. Menghadapi persoalan, dimana kehormatan menjadi aspek atau tema besar yang diperjuangkan, tentu penggunaan topeng keramatamahan dan kesopanan sangat dibutuhkan. Hal ini telah melekat dalam benak seorang manusia. Menurut Machiavelli dalam pandangannya mengenai filsafat social berkata bahwa pada dasarnya manusia memiliki keinginan untuk dihormati dan dihargai(prestise dan jabatan) oleh orang lain. Keinginan itu berada dalam diri dan selalu menyertainya selama ia masih bernafas.
Dasar kaum pagi yang tidak pernah menginjinkan matahari siang menyilaukan penglihatan atau membakar kulit pucatnya. Bukan saja berada dalam rengkuhan udara pagi tetapi mereka juga selalu menggunakan pelindung kulit pada siang hari. Perlindungan yang dikenakan bertujuan agar kelembutan dan kemulusan kulitnya tidak dirusakan oleh sinar matahari.
Komentar
sebelum matahari terbenam udah mesti dibuang.. kata2 yg ga asing untukku hhe..
Semangat n sukses slalu!!!